![]() |
Siswa sering "galau" menjelang UN |
Pagi
itu sekolah saya mengundang wali murid kelas 9. Mereka diundang terkait hasil Latihan
Ujian Nasional (LATNAS) yang seminggu
sebelumnya dilaksanakan. Tampak wajah para wali murid terlihat tegang. Mungkin
dalam hati mereka bertanya-tanya, sumbangan apa lagi ya yang akan diminta
sekolah. Wajar kalau di hati mereka muncul pertanyaan semacam itu. Bukankah
setiap ada undangan dari sekolah biasanya ujung-ujungnya membicarakan sumbangan
?. He!!! tunggu dulu, belum tentu lho!!.
Untung
teman saya yang menjadi pembawa acara membaca situasi di atas. Segera saja
sebelum acara dimulai yang bersangkutan mencairkan suasana dengan mengajak para
hadirin tersenyum. Dan cling!!! , sebagian besar hadirin tersenyum. Dengan gaya
kocaknya, teman saya mengajak hadirin ngobrol ngalor ngidul. Mungkin lebih tepat
mendengarkan teman saya bermonolog tentang suka duka ngopeni putra-putri hadirin
menjelang ujian nasional. Suasanapun mirip acara Stand Up Comedy, yang sedang populer saat ini. Dengan logat khas mBanyunasan yang familiar dengan kata Inyong alias ngapak-ngapak-nya diberitahukan kepada wali murid, mereka
diundang tidak untuk dimintai sumbangan tapi akan diberikan laporan
hasil LATNAS. Dan hadirinpun menabung rasa lega.
Tampaknya
kelegaan hadirin tidak berlangsung lama. Ketika masuk acara laporan dari urusan
kurikulumm terkait hasil LATNAS yang telah dilaksanakan wajah hadirin kembali
tegang. Senyum yang tadi sempat mengembang redup bak sinar mentari tertutup
mendung hitam. Galau, mungkin istilah anak sekarang untuk menggambarkan suasana
hati orang tua siswa. Apa sebab?, orang tua galau saat mendengar bahwa hasil
LATNAS menunjukkan bahwa hanya 12% dari
205 siswa yang memenuhi kriteria kelulusan.Suasana galau yang menyelimuti hati
orang tua siswa berakibat pada acara berikutnya. Dari acara paparan kepala
sekolah tentang pelaksanaan UN, tanggpana komite , sampai dengan acara tanya
jawab kurang menadapat respon hadirin. Ya mereka benar-benar galau.
Pada
saat penyerahan hasil LATNAS terjadi saling curhat antara wali kelas dan wali
murid. Wali kelas melaporkan anak-anak yang sulit untuk dimotivasi agar lebih
bersemangat belajar.Masalah siswa yang lebih senang bermain-main di kelas
bahkan yang sering mbolos saat tambahan pelajaran. Sementara wali murid curhat
betapa sulitnya menyuruh anak belajar di rumah , anak lebih suka nonton TV,
main HP, main game online, sampai anak putri yang rajin pacaran. Dari saling
curhat tersebut muncul kesepakatan untuk saling bekerja sama dalam membimbing
siswa, agar pada Ujian yang sebenarnya siswa dapat lulus. Tentu saja tidak
hanya 12% tetapi 100%. Amin.
Tidak
hanya siswa yang tampak galau. Para gurupun juga terselimuti kegalauan.
Bagaimana tidak?, jika hasil UN nanti berakibat pada rendahnya tingkat
kelulusan siswa , para gurulah yang akan menjadi sorotan masyarakat. Bagi
masyarakat, yang mereka tahu bahwa saat ini dengan adanya tunjangan
sertifikasi, gaji guru sudah cukup tinggi.Tentu saja dengan gaji tinggi
seharusnya kualitas pembelajaran juga meningkat yang ditandai dengan
peningkatan tingkat kelulusan siswa dalam UN. Masyarakat tidak mau tahu bahwa
banyak faktor dalam hal kelulusan siswa. Input siswa, sarana prasarana,
motivasi belajar, dukungan orang tua dan lingkungan adalah faktor yang tidak
kalah penting. Yang mereka tahu sekolah membuat anak bodoh menjadi pintar.
Titik.
Ya,
UN yang katanya diselenggarakan sebagai upaya pemetaan pendidikan di seluruh
nusantara berubah menjadi penentuan nasib peserta didik. UN sering dikritik
sebagai bentuk kegiatan yang mengabaikan tujuan proses pendidikan sebagai
pemerdekaan serta mengenyampingkan fungsi dan tanggung jawab guru profesional
dalam tugasnya membantu peserta didik dalam proses pemerdekaannya. Ada perasaan
tidak adil bagi sekolah dengan keterbatasan sarana prasaran, input siswa rendah
dan lingkungan yang kurang mendukung dituntut diperlakukan sama dengan sekolah
dengan kondisi ideal. Meskipun demikian hal tersebut hendaknya tidak menjadi
dalih untuk tidak berusaha semaksimal mungkin meraih prestasi dalam
keterbatasan yang ada.
Kegalauan insya Alloh dapat sedikit demi sedikit berkurang manakala kita slalu mencoba untuk selalu dekat dengan yang di atas (Alloh SWT). Percayalah Pak, bisa itu karena biasa. Mantap itu karena keyakinan yang kuat. Dan selalu rendah hati adalah pesan leluhur kita. Mari bersama membangun negeri ini dari pinggiran...
ReplyDeleteYa, sepakat ... .Thanks Komennya.
ReplyDelete