Saturday 10 September 2011

PYGMALION EFFECT DALAM PEMBELAJARAN


 Kita Tidak Berharap Menjelma Menjadi Monster
 Sebuah penelitian dilakukan guna mengetahui  pengaruh persepsi dan ekspektasi seorang guru terhadap  prestasi belajar siswa . Pada  penelitian tersebut, awalnya seorang guru baru diberi tugas mengajar di sebuah kelas. Oleh pihak sekolah diberitahukan bahwa kelas yang akan diajar oleh guru tersebut adalah kelas unggulan, kelas yang terdiri dari siswa dengan prestasi tinggi.

Sebagai orang guru baru tentunya merupakan sebuah penghargaan mendapat tugas di sebuah kelas unggulan. Guru tersebut merasa mendapat kesempatan emas . Selanjutnya sang guru tidak menyia-nyiakan tugas  itu dengan mengajar sebaik-baiknya. Dia mengajar dengan  persiapan yang matang dan metode yang bervariasi. Dia tidak ingin mengecewakan pihak sekolah atas kepercayaan yang telah diberikan. Prestasi yang tinggi menjadi pengharapannya dalam setiap kegiatan pembelajaran.Tentu saja sang guru tidak ingin siswa yang ,emurut informasi adalah siswa unggulan setelah dia ajar menjadi tidak lebih baik.


Di akhir tahun pelajaran dilakuakan evaluasi terhadap hasil belajar kelas tersebut. Apa yang terjadi ?. Ternyata kelas tersebut memperoleh  prestasi yang luar biasa, memuaskan. Selanjutnya sang guru dipanggil oleh pihak sekolah, diberitahukan tentang kondisi sebenarnya terkait kelas yang diajarnya. Pihak sekolah memberitahukan bahwa kelas yang diajarnya sebenarnya bukan kelas  unggulan bahkan sebagian siswa di kelas tersebut adalah siswa yang bermasalah. Diberitahu hal tersebut tentu saja guru tersebut terkejut. Dibalik keterkejutan ada perasaan bangga karena ia mampu mengantarkan siswa dengan prestasi biasa menjadi luar biasa.

Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi positif dan ekspektasi yang tinggi dari seorang guru terhadap kelas ang diajarnya sangat berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar siswa. Seorang guru yang mempunyai prasangka positif dan pengharapan yang tinggi terhadap kelas yang diajarkan akan berusaha semaksimal mungkin untuk menggapai harapan yang diangankannya. Dengan melakukan persiapan yang matang , penggunaan metode pembelajaran yang tepat dan lasih sayang yang tulus maka seorang guru mampu menghantarkan siswa kepada prestasi belajar yang diharapkan.

Hasil penelitian di atas dikenal dengan istilah Pygmalion effect dalam pembelajaran. Pygmalion Effect dalam pembelajaran  mengungkapkan bahwa apa yang dipikirkan oleh seorang guru dalam kegiatan pembelajaran terkait harapan prestasi yang ingin dicapai oleh siswa  seringkali akan betul - betul menjadi kenyataan. Semakain tinggi harapan seorang guru terhadap prestasi belajar siswa maka semakin tinggi pula kemungkinan prsetasi yang dicapai.

Istilah Pygmaleon sendiri diambil dari nama seorang pemahat Yunani. Konon pemahat ini ingin mempunyai istri yang cantik. Dibuatnya sebuah patung wanita dengan penuh keseriusan dan ketekunan. Akhirnya dia dapat menyelesaikan sebuah patung wanita yang cantik rupawan mirip dengan seorang wanita sebenarnya. Dia rawat patung itu dengan kasih sayang. Dipakaikanlah pakaian dan perhiasan layaknya seorang manusia. Setiap hari dia berdoa agar patung yang dibuatnya  berubah benar-benar menjadi manusia. Selanjutnya diceritakan dewa mengabulkan doanya dengan mengubah patung tersebut benar-benar menjadi manusia. Akhirnya  Pygmalion menikah dengan wanita tersebut sesuai dengan harapannya. Selanjutnya sebuah hasil yang dicapai dari sebuah pengharapan yang sangat terkait sebuah keinginan yang sangat kuat dikenal dengan istilah Pygmalion effect.

Sebagai seorang guru saya sering terjebak pada sikap ekspektasi atau pengharapan yang rendah terhadap  siswa saya. Apalagi saat mengajar di kelas yang  penghuninya kebanyakan trouble maker  alias tukang bikin ribut plus kemampuan belajarnya rendah. Ada kecenderungan untuk mengajar hanya sekedar menggugurkan kewajiban dengan target ketuntasan materi ajar bukan ketuntasan prestasi belajar. Akibatnya sering terpikir mengajar hanya  dengan metode konvensional saja cukup, mengapa harus dengan metode variatif segala, percuma, paling juga tidak mudheng-mudheng , demikian pikir saya. Dan dapat diduga kelas tersebut prestasinya tentu saja juga biasa-biasa saja. Terkait prestasi yang rendah  tentu saja ada alasan yang dapat dibuat. Dasar siswanya yang tidak pandai,  diajar menggunakan cara apapun juga tidak paham juga, kilah kita.

Dengan memberi label kelas yang menyebalkan seringkali guru sebelum masuk kelas tersebut  sudah tidak berselera untuk  mengajar. Saat mengajar waktu terasa lama, apalagi saat kondisi kelas gaduh.Sehingga tidak jarang di kelas tersebut waktu guru lebih banyak digunakan memberi nasehat dibanding menyampaikan bahan ajar.  Sementara untuk kelas yang kita anggap menyenangkan kita akan semangat dalam mengajar. Bahkan waktu berjalan terasa cepat. Hormon andrenalin terpacu untuk mengajar dengan berbagai variasi metode belajar. Akhirnya yang pandai semakin pandai sementara yang prestasinya rendah semakin terpuruk. Tragis.

Tampaknya kita dalam mengajar perlu mempunyai pengharapan yang tinggi terhadap setiap kelas yang kita ajar, sipapun penghuninya. Dengan pengharapan yang tinggi membawa alam bawah sadar kita untuk melakukan berbagai cara guna mencapai harapan yang telah kita angankan. Dengan tingginya pengharapan guru tidak lagi membedakan antara kelas yang menyenangkan dan kelas yang menyebalkan. Semua kelas kita perlakukan dengan harapan yang sama prestasi yang maksimal.  

Dengan memberikan harapan tinggi dan persepsi positf kepada siswa diharapkan juga dapat memacu siswa untuk memaksimalkan potensi dirinya mencapai harapan yang disandang. Tentu pengharapan yang kita berikan adalah pengharapan realisitis yang mungkin dicapai oleh siswa. Siswa diarahkan untuk selalu berpikir positif dan selalu optimis. Dengan berpikir positif dan optimisme yang ada siswa akan mudah diarahkan kepada tujuan-tujuan yang kita inginkan.

Ada beberapa hal positif yang dapat kita peroleh jika seorang guru mempunyai ekspektasi atau harapan yang tinggi kepada para siswanya, dintaranya :

ü  Munculnya sikap positif kepada siswa, guru cenderung khusnudzon daripada su’udzon kepada siswa

ü  Tumbuhnya ketulusan dalam mengajar, guru tidak merasa terlalu terbebani oleh kondisi-kondisi negatif siswa. Tetapi muncul sikap untuk memperbaiki kondisi yang ada.

ü  Terjalinnya komunikasi positif antara siswa dan guru. Guru akan menghindari ucapan-ucapan negatif yang berpotensi melemahkan semangat belajar .

ü  Guru akan berusaha memberikan yang terbaik kepada siswa, guna mencapai harapan ang ia angankan.

ü  Guru akan selalu berusaha memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Berusaha meminimalisasi waktu yang terbuang percuma.

ü  Guru akan menggunakan berbagai pendekatan, metode, strategi belajar guna menggapai harapannya.

Tidak hanya dalam kegiatan belajar mengajar, dalam kehidupan sehari-hari saja berlaku apa yang kita harapkan atau kita angankan itu pula yang akan kita capai. Kalau kita berangan-angan hidup biasa-biasa saja tanpa prestasi yang diangankan maka tingkah dan langkah yang kita lakukan juga akan mengarah kepada angan-angan tersebut. Tetapi  jika kita mempunyai angan-angan dan harapan untuk membangun prestasi dalam kehidupan kita maka laku dan langkah kita akan selalu mengarah kepada prestasi yang kita harapkan.

Pygmalion effect bukan berarti seseorang yang belum mempunai pasangan kemudian memasang gambar Manohara di kamarnya kemudian selalu berharap dan berdo’a agar Manohara benar-benar menjadi pasangannya dalam dunia nyata. Ngimpi !!!. Itu kata Jin dalam iklan rokok terkenal. Jadi harapan dan keinginan yang kita gantungkan masih dalam taraf realistis. Jadi  silakan berharap yang tinggi sebelum berharap  dikenai biaya atau pajak bahkan dilarang.  
 

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan komentar di sini. Apabila komentar membutuhkan suatu jawaban, maka saya akan segera menjawabnya. Terima kasih.