Umar Bakri
Umar Bakri
Pegawai
negeri
Umar Bakri
Umar Bakri
Empat
puluh tahun mengabdi
Jadi guru
jujur berbakti memang makan hati
Umar Bakri
Umar Bakri
Banyak
ciptakan menteri
Umar Bakri
Profesor
dokter insinyurpun jadi
(Bikin
otak orang seperti otak Habibie)
Tapi
mengapa gaji guru Umar Bakri
Seperti
dikebiri
Bakri
Bakri
Kasihan
amat loe jadi orang
Gawat
![]() |
Sepeda Oemar Bakri Kelak Hanya Tinggal Kenangan Foto. Dokumen Pribadi |
Masih ingat cuplikan
syair lagu dia atas ?. Syair lagu
berjudul Oemar Bakri yang dinyanyikan
Iwan Fals menceritakan ironisme nasib guru. Guru yang yang berjasa
mencerdaskan muridanya tapi tak sepadan dengan gaji yang diterima. Tentu saja
jika lagu itu dinyanyikan saat ini mungkin terkesan aneh. Dan suatu saat lagu
itu mungkin hanya pantas dinyanyikan di ruang musium.
Di era sertifikasi
sekarang ini sebagian guru sudah menikmati manisnya pegawai yang digaji di atas
rata-rata. Profesi guru saat ini menjadi profesi yang bergengsi. Tidak heran
jika PNS non guru menjadi iri terhadap
PNS guru. Ya, saat ini profesi guru naik kelas.
Dengan meningkatnya
pendapatan guru, maka saat ini guru tidak terlalu dipusingkan oleh kebutuhan
primer, semacam pangan, papan dan sandang . Bahkan saat ini banyak guru yang
dapat memenuhi pendapatan sekundernya. Jumlah guru yang mengendarai mobil saat
berangkat kerja semakin meningkat. Bahkan saat ini guru yang begelar haji
semakin banyak.
Berbagai cara guru
dalam memanfaatkan tunjangan profesi yang diperolehnya.Bagi guru yang tinggal
di pedesaan banyak memanfaatkan tunjang tersebut untuk berinvesatasi dengan membeli tanah baik yang
berupa sawah atau ladang. Maka tidak heran jika ada guru yang mendapat julukan
tuan tanah. Bagaiman tidak menjadi tuan tanah , lha wong setiap mendapat
tunjangan profesi yang kebetulan
turunnya tiga bulan atau setengah tahun sekali bahkan satu tahun sekali, begitu
turun, uang tersebut langsung dibelikan tanah. Dan hasilnya investasi tanahpun
semakin meluas.
Lain lagi bagi guru
yang anaknya akan kuliah. Uang tunjangan dibiarkan mengendap di rekening bank.
Uang tersebut dipersiapkan untuk kuliah di fakultas yang bonfid. Beberapa rekan
guru saat ini banyak mengkuliahkan anaknya di fakultas kedokteran. Sebuah
faklutas yang dulu hampir tidak mungkin dimasuki oleh anak seorang guru,
mengingat sumbangan dan biaya kuliah yang relatif mahal.
Meningkatnya penghsailan
guru tidak serta merta menjadikan kehidupan guru lebih bahagia. Meningkatnya
pendapatan guru saat ini justru juga meningkatkan angka perceraian di kalangan
guru. Guru pria yang meningkat penghasilannya merasa layak mendapatkan pasangan
yang lebih baik secara fisik dibandingkan pasangan sebelumnya. Maka tidak
sedikit yang kemudian mempunyai wanita idaman lain ( WIL). Tentu saja akibatnya
keharmonisan rumah tangga terganggu, yang berujung pada perceraian.
Semenetara itu bagi
guru wanita yang telah mendapat tunjangan profesi, muncul perasaan pendapatannya
lebih tinggi dibanding suami akibatnya cenderung bersifat arogan terhadap suami. Jika dulu dengan pendapatan
suami yang relatif pas-pasan bisa menerima, setelah gajinya lebih tinggi timbul
ketidakpuasan. Ketidakpuasan terhadap penghasilan suami berujung pada
ketertarikan dengan lelaki lain yang
dianggap layak menajdi suaminya baik secara fisik maupun finansial. Tentu saja
sekali lagi hal ini berakibat pada hancunrya kehidupan rumah tangga.
Sah-sah saja guru
memanfaatkan tunjangan yang diperoleh untuk sesuatu yang diinginkannya.
Bukankah itu sudah haknya. Tetapi yang perlu diingat bahwa tunjangan itu
berbunyi tunjangan profesi. Tunjangan yang diharapakan mampu meningkatkan
profesioanal guru. Untuk itu secara tidak langsung ada mamanat untuk
memanfaatkan tunjangan tersebut paling tikak untuk hal- hal yang dapat
menjadikan guru tersebut lebih progesional dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Sangat aneh rasanya
seorang guru yang sudah mendapat tunjangan profesi tidak mempunyai laptop, PC,
printer, atau modem guna mengakses
internet. Tidak elok rasanya guru berebut membaca koran di kantor karena di
rumah tidak berlangganan koran. Yang lebih ironi lagi guru penerima tunjangan profesi tidak pernah menginjakkan kakinya ke toko buku
untuk mencari buku referensi yang relevan dengan tugas-tugasnya.
Tampaknya sinyalemen yang mengatakan bahwa
tunjangan profesi guru belum menunjukkan dampak positif terhadap profesionaliatas
dan kinerja guru bisa jadi benar adanya. Mengingat tidak sedikit guru yang
menagnggap tunjangan yang diperolehnya sebagai “uang tiban “. Uang yang dapat
diguanakan sesuai keinginannya tanpa ada kewajiban profesional yang diemban.
Tidak heran jika
pemerintah dengan berbagai cara menekan guru untuk segera sadar akan kewajiban
yang ditanggunganya setelah hak-haknya dipenuhi. Melalui penilaian kinerja guru
yang akan segera dilakukan pada tahun 2013 guru dipaksa untuk selalu bekerja
secara profesional. Bahkan dalam waktu relatif dekat guru yang akan telah
bersertifikasi akan diuji ulang dalam bentuk uji komptensi.
Uji kompetensi yang
akan dilakukan oleh pemerintah banyak yang ditafsirkan sebagai bentuk ancaman
bagi guru oleh kalangan guru. Kekhawatiran tunjangan yang telah diterimanya
akan dicabut jika tidak lulus uji kompetensi membayangi guru bersertifikasi.
Tidak heran jika kemudian guru memalui PGRI meminta pemerintah untuk tidak
mencabut tunjangan bagi guru yang tidak lulus uji sertifikasi yang akan dilakukan.
Sudah selayaknya
guru dalam menyikapi tunjangan yang diterima sebagai amanah dari rakyat. Amanah
yang mengharapakan terjadinya peningkatan pelayanan dan kualitas dalam dunia
pendidikan. Bagaiamanapun juga tunjangan
yang diperoleh bersal dari pajak yang dibayarkan oleh rakyat, artinya itu uang
rakyat. Tentu saja alangkah kecewanya rakyat jika uang yang mereka amanatkan
tidak kembali dalam bentuk pelayanan pendidikan yang berkualitas. Semoga itu
tidak terjadi.
No comments:
Post a Comment
Tinggalkan komentar di sini. Apabila komentar membutuhkan suatu jawaban, maka saya akan segera menjawabnya. Terima kasih.