Thursday 21 June 2012

KETIKA OEMAR BAKRI NAIK KELAS


Umar Bakri Umar Bakri
Pegawai negeri
Umar Bakri Umar Bakri
Empat puluh tahun mengabdi
Jadi guru jujur berbakti memang makan hati

Umar Bakri Umar Bakri
Banyak ciptakan menteri
Umar Bakri
Profesor dokter insinyurpun jadi
(Bikin otak orang seperti otak Habibie)
Tapi mengapa gaji guru Umar Bakri
Seperti dikebiri

Bakri Bakri
Kasihan amat loe jadi orang
Gawat


Sepeda Oemar Bakri Kelak Hanya Tinggal Kenangan
Foto. Dokumen Pribadi
Masih ingat cuplikan syair lagu dia atas ?. Syair lagu  berjudul Oemar Bakri yang dinyanyikan  Iwan Fals menceritakan ironisme nasib guru. Guru yang yang berjasa mencerdaskan muridanya tapi tak sepadan dengan gaji yang diterima. Tentu saja jika lagu itu dinyanyikan saat ini mungkin terkesan aneh. Dan suatu saat lagu itu mungkin hanya pantas dinyanyikan di ruang musium.

Di era sertifikasi sekarang ini sebagian guru sudah menikmati manisnya pegawai yang digaji di atas rata-rata. Profesi guru saat ini menjadi profesi yang bergengsi. Tidak heran jika PNS non guru menjadi  iri terhadap PNS guru. Ya, saat ini profesi guru naik kelas.

Dengan meningkatnya pendapatan guru, maka saat ini guru tidak terlalu dipusingkan oleh kebutuhan primer, semacam pangan, papan dan sandang . Bahkan saat ini banyak guru yang dapat memenuhi pendapatan sekundernya. Jumlah guru yang mengendarai mobil saat berangkat kerja semakin meningkat. Bahkan saat ini guru yang begelar haji semakin banyak.


Berbagai cara guru dalam memanfaatkan tunjangan profesi yang diperolehnya.Bagi guru yang tinggal di pedesaan banyak memanfaatkan tunjang tersebut untuk    berinvesatasi dengan membeli tanah baik yang berupa sawah atau ladang. Maka tidak heran jika ada guru yang mendapat julukan tuan tanah. Bagaiman tidak menjadi tuan tanah , lha wong setiap mendapat  tunjangan profesi  yang kebetulan turunnya tiga bulan atau setengah tahun sekali bahkan satu tahun sekali, begitu turun, uang tersebut langsung dibelikan tanah. Dan hasilnya investasi tanahpun semakin meluas.

Lain lagi bagi guru yang anaknya akan kuliah. Uang tunjangan dibiarkan mengendap di rekening bank. Uang tersebut dipersiapkan untuk kuliah di fakultas yang bonfid. Beberapa rekan guru saat ini banyak mengkuliahkan anaknya di fakultas kedokteran. Sebuah faklutas yang dulu hampir tidak mungkin dimasuki oleh anak seorang guru, mengingat sumbangan dan biaya kuliah yang relatif mahal.

Meningkatnya penghsailan guru tidak serta merta menjadikan kehidupan guru lebih bahagia. Meningkatnya pendapatan guru saat ini justru juga meningkatkan angka perceraian di kalangan guru. Guru pria yang meningkat penghasilannya merasa layak mendapatkan pasangan yang lebih baik secara fisik dibandingkan pasangan sebelumnya. Maka tidak sedikit yang kemudian mempunyai wanita idaman lain ( WIL). Tentu saja akibatnya keharmonisan rumah tangga terganggu, yang berujung pada perceraian.

Semenetara itu bagi guru wanita yang telah mendapat tunjangan profesi, muncul perasaan  pendapatannya  lebih tinggi dibanding suami akibatnya cenderung bersifat arogan  terhadap suami. Jika dulu dengan pendapatan suami yang relatif pas-pasan bisa menerima, setelah gajinya lebih tinggi timbul ketidakpuasan. Ketidakpuasan terhadap penghasilan suami berujung pada ketertarikan dengan  lelaki lain yang dianggap layak menajdi suaminya baik secara fisik maupun finansial. Tentu saja sekali lagi hal ini berakibat pada hancunrya kehidupan rumah tangga.

Sah-sah saja guru memanfaatkan tunjangan yang diperoleh untuk sesuatu yang diinginkannya. Bukankah itu sudah haknya. Tetapi yang perlu diingat bahwa tunjangan itu berbunyi tunjangan profesi. Tunjangan yang diharapakan mampu meningkatkan profesioanal guru. Untuk itu secara tidak langsung ada mamanat untuk memanfaatkan tunjangan tersebut paling tikak untuk hal- hal yang dapat menjadikan guru tersebut lebih progesional dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Sangat aneh rasanya seorang guru yang sudah mendapat tunjangan profesi tidak mempunyai laptop, PC, printer,  atau modem guna mengakses internet. Tidak elok rasanya guru berebut membaca koran di kantor karena di rumah tidak berlangganan koran. Yang lebih ironi lagi guru  penerima tunjangan profesi  tidak pernah menginjakkan kakinya ke toko buku untuk mencari buku referensi yang relevan dengan tugas-tugasnya.

 Tampaknya sinyalemen yang mengatakan bahwa tunjangan profesi guru belum menunjukkan dampak positif terhadap profesionaliatas dan kinerja guru bisa jadi benar adanya. Mengingat tidak sedikit guru yang menagnggap tunjangan yang diperolehnya sebagai “uang tiban “. Uang yang dapat diguanakan sesuai keinginannya tanpa ada kewajiban profesional yang diemban.

Tidak heran jika pemerintah dengan berbagai cara menekan guru untuk segera sadar akan kewajiban yang ditanggunganya setelah hak-haknya dipenuhi. Melalui penilaian kinerja guru yang akan segera dilakukan pada tahun 2013 guru dipaksa untuk selalu bekerja secara profesional. Bahkan dalam waktu relatif dekat guru yang akan telah bersertifikasi akan diuji ulang dalam bentuk uji  komptensi.

Uji kompetensi yang akan dilakukan oleh pemerintah banyak yang ditafsirkan sebagai bentuk ancaman bagi guru oleh kalangan guru. Kekhawatiran tunjangan yang telah diterimanya akan dicabut jika tidak lulus uji kompetensi membayangi guru bersertifikasi. Tidak heran jika kemudian guru memalui PGRI meminta pemerintah untuk tidak mencabut tunjangan bagi guru yang tidak lulus uji sertifikasi yang akan dilakukan.

Sudah selayaknya guru dalam menyikapi tunjangan yang diterima sebagai amanah dari rakyat. Amanah yang mengharapakan terjadinya peningkatan pelayanan dan kualitas dalam dunia pendidikan. Bagaiamanapun  juga tunjangan yang diperoleh bersal dari pajak yang dibayarkan oleh rakyat, artinya itu uang rakyat. Tentu saja alangkah kecewanya rakyat jika uang yang mereka amanatkan tidak kembali dalam bentuk pelayanan pendidikan yang berkualitas. Semoga itu tidak terjadi. 


 

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan komentar di sini. Apabila komentar membutuhkan suatu jawaban, maka saya akan segera menjawabnya. Terima kasih.