![]() |
Emakku Kartiniku |
Jam kerja Emak tidak sama dengan jam kerja kantoran.
Pukul empat pagi sebelum subuh Emak harus menyiapkan dagangannya. Setelah
sholat shubuh, Emak harus menyiapka ubo
rampe bagi anak-anak yang akan
berangkat sekolah dan tak lupa uang sakunya. Setelah itu dengan diantar Pak
Slamet, tukang becak langgananya Emak, langsung berangkat ke pasar.Meja berukuran
satu meter kali satu setengah meter telah menanti. Di meja itulah tempat Emak menata dagangannya. Jika
pembeli ramai maka Emak bisa pulang setelah dhuhur. Tapi jika sepi maka Emak
sipa pulang jam dua siang dan jika dagangan tidak habis maka Eamk segera
melakukan barter dengan pedagang lain yang juga belum habis daganganannya. Yang
paling saya suka adalah jika Emak barter dengan pedagang jajanan.Emak pulang
biasanya naik becak. Tapi jika dirasa keuntungan dagangnya kurang begitu baik Emak akan jalan kaki. Jarak pasar
dengan rumah sekitar lima kilometer.
Emak saya adalah sosok wanita desa yang identik
dengan keterbelakangan pendidikan.Sososk wanita yang tidak merasakan Sekolah Rakyat. Namun demikina
keinginan Emak untuk dapat baca tulis begitu kuat. Di sela-sela mencari rumput
dan ngemong sang adik, Emak mencuri waktu untuk mengikuti pelajaran baca tulis
yang ada di desanya. Perbuatan itu bukan tanpa resiko, sebab jika Kakek saya
mengetahui, maka ranting pohon di tangan kakek sudah siap membuat bilur-bilur biru di tubuh
Emak. Kakek sangat tidak senang jika Emak ikut kegiatan pelajaran baca tulis.
Dengan ikut kegiatan tersebut artinya perolehan rumput mejadi berkurang dan itu
dapat mengancam kelangsungan hidup kambing kakek. Namun bukan Emak jika tidak
berani ambil resiko. Keinginan untuk dapat
membaca dan menulis begitu kuat.Cambukan ranting kakek di tubuh Emak
tidak begitu mempan untuk membuat jera Emak.
Emak ada tipe wanita yang ingin selalu maju dan
selalu tidak mau ketinggalan informasi. Ada satu kebiasaan Emak yang
menunjukkan fakta tersebut. Setiap pulang dari pasar Emak tidak lupa membeli
koran. Emak tidak ingin ketinggalan berita setiap hari. Emak minta anak-anaknya
membaca koran tersebut termasuk saya.
Setelah itu Emak meminta saya untuk menceritakan isi koran yang baru saya baca,
tidak jarang keluar komentar-komentar emak saat cerita berjalan. Tidak hanya
itu acara TV yang paling digemari Emak selain pengajian adalah berita. Emak
paling tidak suka nonton sinetron, apalagi sinetron yang memuat kekerasan
terhadap wanita. Jika Emak berpendidikan tinggi mungkin termasuk aktifits anti kekerasan
terhadap wanita.Emak selalu memberi petuah kepada saya bagaimana seharusnya
seorang pria memperlakukan wanita, khususnya istri.
Meskipun Emak capek pulang dari berdagang, tapi Emak tidak mudah mengeluh.
Emak masih ada waktu untuk masak makanan untuk makan sore. Memang makanan Emak
tidak begitu enak menurut saya, dan yang satu ini Emak paling tidak suka
dikritik masalah rasa masakannya. Tapi dengan dengan bumbu kasih sayang dan
tidak kenal lelahnya membuat masakan apapun buatan Emak habis. Selepas maghrib Emak masih sempat untuk ikut jamaah
pengajian. Emak paling pandai dalam mengkoordinir para ibu-ibu jamaah
pengajian. Setiap ada kegiatan pengajian Emak paling sering menjadi
koordinator. Tidak itu saja kemampuan Emak
berbicara di depan umum khususnya di depan ibu-ibu pengajian tidak perlu diragukan. kecerdasan dalam
menyerap materi yang diberikan oleh sang Ustad membuat materi pembicaraan Emak
cukup berisi. Tidak itu saja Emak rajin membaca buku-buku agama yang berkaitan
dengan hafalan do’a atau materi lainnya.Bahkan jika ada do’a yang dirasa sulit
dibaca karen dianggap terlalau sulit Emak meminta saya menuliskannya dalam
huruf latin. Tidak jarang Emak minta dibelikan buku-buku guna menambah
referensi . Bagi Emak belajar tidak mengenal umur.
Kesibukan Emak berkarier, maksud saya berdagang,
beraktifitas sosial , tidak mengurangi perhatian terhadap putra putrinya. Emak
masih sempat bercengkerama dengan anak-anak. Saat bercengkerama Emak sering
menyampaikan harapan-harapan kepada anak-anak. Harapan yang disampaikan anak
bagi saya merupakan do’a. Salah satu harapan yang sering diucapkan kepada saya
waktu kecil adalah harapan kelak saya
menjadi ‘pegawai guru’. Dan ajaibnya harapan itu saat ini terkabul. Dalam
himpitan ekonomi Emak selalu menabur harapan kepada anak-anaknya. Demi anak
Emak rela ‘Kaki menajadi kepala , kepala menajdi kaki’ alias jungkir balik
dalam menyiasati kehidupan. Tidak itu saja di tengah malam saat anak-anak
terlelap tidur Emak menyempatkan untuk menyelimuti anak-anak dengan kain jarit
atau sarung, agar sang anak tidak didgigit nyamuk. Bahkan sering saat bangun
tidur luka di kaki yang saya dapat saat bermain sore hari sudah terobati dengan
borehan minyak kelapa.Dan itu adalah buah pekerjaan Emak. Bahkan di tengah
larut malam saya sering merasakan piajatan-pijatan kuat di kaki saya. Emak
tampak ikut merasakan betapa kencang kaki saya yang pegal setelah bermain
seharian.Bagi Emak tidak ada kata capek untuk anak. Saat ini setiap pulang ke
rumah saya gantian menyempatkan memijit kaki emak. Saya rasakan tonjolan
otot-otot kaki Emak, dan juga telapak kaki yang keras dan pecah-pecah. Otot
otot yang menonjol dan telapak kaki yang pecah menunjukkan betapa keras
dan berliku jalan hidup yang dilalui
Emak.
Emak, adalah potret wanita desa yang berjuang keras
keluar dari belitan kemiskinan dan kebodohan. Dengan bekal pendidikan minim dan
keinginan yang kuat Emak ingin anak-anaknya bernasib lebih baik. Emak percaya
dengan bekal pendidikan anak-anak mampu mandiri dan menjadi manusia berguna.
Emak menjadi tauladan bagi saya dalam menjalani hidup. Ada nasehat yang selalu
saya ingat dari Emak, “ Hidup ini untuk dijalani bukan dikeluhkan “. Betul Mak,
tidak ada gunanya mengeluh dalam menjalani hidup.Hidup harus diajalani apapun
kondisinya. Berusaha untuk lebih baik dan lebih baik adalah hal yang harus
dijalankan.
Emak sekarang tidak berjualan lagi. Kami tidak tega,
di usianya yang lebih tujuh puluh tahun masih bergulat dengan dagangannya.
Mula-mula Emak kaget saat harus mebiasakan diri di rumah. Sering sakit-sakitan
dan badan terasa kaku-kaku sering dikeluhkannya. Emak kangen dengan teman-teman
di pasar. Teman saling bercanda, ngobrol curhat atau minta tolong kerokan saat masuk angin. Alhamdulillah
saat ini Emak sudah mampu menyesuaikan diri. Dan Emak mengakhiri kariernya
sebagai pedagang dengan anak-anak yang sudah mampu menghidupi diri sendiri.
Terima kasih Mak. I Love You Full.
Saya salut dengan cerita anda,menurut saya ibu anda sangat cocok bila diidentikkan dengan sosok kartini sang "pejuang",kalau istilah karier secara umum di masyarakat masih ada segi negatifnya yaitu yg berjuang mementingkan karier, kadang sampai melupakan tugas sbg ibu .
ReplyDeleteTrims Mbak Titik, Sekarang Emak saya pensiun sebagai wanita Karier tetapi tugas sebagai Emak tampaknya tidak mengenal pensiun.
ReplyDelete