Tuesday, 22 March 2011

REVITALISASI PENDIDIKAN TOLERANSI

Kerukunan intern umat beragama

Awal tahun 2011 ini kehidupan berbangsa dan bernegara kita dinodai dengan aksi kekerasan yang bernuansa SARA. Di awali dengan peristiwa penyerangan rumah warga Ahmadiyah di Cikeusik Pandeglang Banten yang berujung pada tewasnya tiga warga Ahmadiyah. Selang satu hari berikutnya  di Temanggung , terjadi peristiwa pengrusakan beberapa rumah ibadah oleh massa yang tidak puas atas putusan hakim terhadap terdakwa kasus penodaan agama . Dan yang terakhir teror bom yang bernuansa ideologi agama. Tentu saja kejadian ini sangat kita sesalkan.

                Berangkat dari peristiwa di atas tampak bahwa bangsa ini masih belum benar-benar steril  dari ancaman konflik etnis, agama dan radikalisme agama.  Tampaknya kejadian-kejadian serupa dimungkinkan dapat merambat ke daerah-daerah lain mengingat betapa beragamnya masyarakat Indonesia yang tentu saja menyimpan potensi kobflik yang beragam pula.Perlu adanya langkah-langkah kongkrit yang lebih komprehensip guna mencegah terulangnya konflik-konflik bernuansa SARA.            
                Konsep toleransi beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia yang pada Orde Baru di kenal dengan istilah  tri kerukunan tampaknya perlu direvitalisasi. Tri kerukunan beragama yang djabarkan sebagai kerukunan umat beragama dengan pemerintah, kerukunan antar umat beragama, dan kerukuanan internal umat beragama. Revitalisasi tidak hanya sebatas kehidupan beragama semata tetapi mencakup semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Toleransi sebagai sikap tetap memiliki keyakinan dan keprcayaan atas pilhan- pilihan etis kita dan secara  bersamaan mengakui hak orang lain untuk mengungkapkan pilihan, keyakinan, dan ide yang berbeda bahkan yang bertentangan sekalipun  tampaknya patut dijaga.Berkaitan dengan toleransi Edgar Morin dalam bukunya Tujuh Materi Penting bagi Dunia Pendidikan membagi toleransi menjadi empat tingkatan. Yang pertama, menghormati hak orang lain untuk mengungkapkan hal-hal yang kita anggap tidak pantas, bukan karena mengahargai ketidakpantasan tetapi menghindari tindakan pengucilan dengan memaksakan pandangan kita tentang ketidak pantasan. Toleransi tingkat kedua, menghargai ungkapan pendapat yang bertentangan dengan pendapatnya. Toleransi tingkat ketiga  menghormati kebenaran ide yang diyakini orang lain yang berseberangan dengan ide yang kita yakini kebenarannya. Toleransi tingkat keempat menyadari bahwa seseorang dapat terhanyut oleh tindakan yang tidak kita inginkan berakitan dengan ideologi, mitos yang diyakininya.Dari keempat tingakatn  tampak bahwa toleransi berlaku hanya untuk ide. Yang paling utama adalah toleransi tidak berlaku bagi penghinaan, serangan, maupun tindak pembunuhan.
Berkaiatan dengan konflik bernuansa SARA, tampaknya pendidik dituntut untuk mengambil peran lebih besar. Fungsi strategis pendidik dalam menanamkan sikap-sikap toleransi sangat berharga bagi terciptanya masyrakat yang hidup berdampingan secara damai dalam keberagaman. Penanaman sikap kepada peserta didik untuk menghargai orang, budaya, agama dan keyakinan yang lain. Melalui penanaman sikap toleransi di sekolah-sekolah diharapakn menumbuhkan kesadaran bagi generasi muda untuk menerima perbedaan suku, agama, ras dan budaya.Penanaman sikap toleransi bagi generasi muda juga akan menumbuhkan sikap bahwa kehidupan yang rukun dan damai merupakan sutau kebutuhan yang tidak kalah pentingnya dengan kebutuhan pokok lainnya. Toleransi sebagai sikap aktif seorang warga negara tidak tertanam dengan sendirinya. Oleh karena itu perlu adanya upaya sadar penanaman sikap-sikap toleransi.Toleransi harus didikkan dan diimplementasikan dalam kehidupan nyata.
Lingkungan sekolah sebagai miniatur dari kehidupan bermasyarakat yang lebih luas  dapat dijadikan sebagai embrio dari tercipatanya masyarakat yang mengahargai adanya perbedaan. Masyarakat yang mau menerima kelompok lain secara sama sebagai satu kesatuan tanpa memperdulikan suku, agama, ras, jender dan budaya.Di sinilah pendidik diharapkan dapat memberi makna dalam menjalankan tugas-tugasnya sehingga tidak terjebak dengan pembelajaran yang hanya menekankan aspek kognitif semata. Pesan-pesan moral perlu selalu disipkan dalam setiap kegiatan pembelajaran. Menghindari sikap otoriter yang menempatkan diri sebagai pemegang otoritas kebenaran sehingga menafikkan kebenaran yang ada pada peserta  demi menjaga kewibaan diri. Menghindari penggunaan hukuman yang bersifat fisik dan kekerasan secara psikis bagi peserta didik.Berkaitan dengan hukuman fisik ini  Ronald L Partin dalam Kiat Nyaman Mengajar menemukan bahwa guru cenderung menghukum lebih keras kepada siswa yang  memiliki perbedaan ras, jender dan ekonomi.Tampak di sini kekrasan berbau SARA dapat terjadi di sekolah. Di sinilah peran penting guru sebgai  model dari seorang yang toleran , cinta damai dan anti kekerasan yang dapat diteladani  oleh  peserta didiknya.
Sudah saatnya pendidikan agama di sekolah tidak terjebak pada pembelajaran yang hanya menekankan pada aspek hubungan manusia dengan tuhannya semata.Pembelajaran yang hanya mengukur kemampuan siswa dari aspek kognitif semata.  Pembelajaran agama di sekolah hendaknya juga mengembangkan sikap-sikap toleransi terhadap keyakinan yang berbeda  dianut oleh orang-orang disekitarnya. Melalui pembelajaran agama di sekolah diharapkan dapat  menghindari sikap radikalisme. Sikap  yang menumbuhkan  kebencian terhadap orang lain yang tidak satu keyakinan.Sikap yang menghalalkan penghilangan nayawa sesama demi alasan perbedaan keyakinan. Tentu saja tugas yang cukup berat ini tidak hanya tanggung jawab guru agama saja. Guru mata pelajaran lain tentunya mempunyai tanggung jawab sama dalam hal ini.
Sekali lagi peran strategis lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah sangat dibutuhkan bagi terciptanya kehdupan yang lebih toleran. Kehidupan berbangsa dan bernegara yang penuh dengan toleransi meupakan pondasi utama proses demokratisasi di suatu negara.Dan tentunya upaya penanaman sikap toleransi bukanlah sesuatu yang mudah perlu kesadaran secara kolektif dari berbagai pihak. Dengan adanya kesadaran secara kolektif itulah apa yang kiat harapkan tentunya dapat kita capai. Amin

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan komentar di sini. Apabila komentar membutuhkan suatu jawaban, maka saya akan segera menjawabnya. Terima kasih.