Friday, 12 November 2010

KETIKA NARIWEN INGIN MENJADI DOKTER

Salah satu kebiasaan saya pada awal pertemuan di kelas tujuh pada kegiatan Masa Orientasi Siswa  (MOS ) adalah mengajak para siswa untuk berani bermimpi. Dengan menanyakan satu per satu kepada siswa tentang keinginan, cita-cita, dan harapan  mereka kelak.Bagi saya keberanian untuk bermimpi tentang cita-cita dan harapan kelak mereka dewasa nanti sangatlah penting. Dengan mempunyai mimpi tentang masa depannya siswa akan lebih termotivasi untuk belajar lebih antusias. Sebaliknya siswa yang ke sekolah tanpa harapan dan cita-cita masa depannya akan datang ke sekolah tanpa arah yang jelas berpotensi menjadi siswa yang mudah goyah untuk melakukan hal-hal yang merugikan masa depannya.

                Dari pengamatan penulis profesi dokter, pengusaha,pramugari, tentara dan polisi nampak masih menjadi profesi favorit siswa. Namun demikian ada perkembangan terhadap cita-cita menjadi guru. Jika tahun-tahun sebelumnya yang bercita-cita menjadi guru kurang dari jumlah jari tangan, sekarang lebih meningkat.Ya, semakin tahun terjadi penambahan minat siswa untk menjadi guru. Saya sendiri selalu mempromosikan profesi guru sebagai profesi pilihan bagi siswa. Dalam benak saya, jika banyak siswa saya yang nota bene anak desa mau menjadi guru, artinya ada harapan kelak ada generasi yang akan peduli terhadap pendidikan di lingkungannya, yang juga  ada harapan peningkatan kualitas sumber daya manusia .
                Yang menggelitik hati saya adalah cita-cita beberapa siswa yang ingin menjadi dokter.Pofesi dokter merupakan favorit sebagian besar siswa di kelas.  Salah satu siswa yang bercita-cita menjadi dokter adalah seorang siswa berambut ikal kemerah-merahan karena sering terkena matahari, sebut saja namanya Nariwen. Dengan sinar mata berbinar-binar dan senyum sesekali menyungging memperlihatkan giginya yang tidak rata dan sedikit menguning, ia menyampaikan harapanya kelak jika menjadi seorang dokter. Sayapun tersenyum dan memberi dukungan dengan pesan agar rajin belajar agar cit-citanya dapat tercapai. Tampak mata Nariwen semakin berbinar membulat ketika saya memberi  dukungan dan do’a.
                Kepada  siswa yang bercita-cita menjadi dokter  disamping berpesan untuk rajin belajar, khas nasehat  seorang guru, maka saya juga berpesan untuk mengkomunikasikan cita-citanya kepada orang tuanya. Saya sampaikan, untuk menjadi seorang dokter disamping pinter juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit, antara puluhan hingga ratusan juta. Dengan memberitahukan cita-citanya kepada orang tua, diharapakan orang tua mulai menabung untuk mendukung cita-cita mereka. Mendengar besaran biaya yang saya sebutkan untuk mencapai cita-cita menjadi seorang dokter, siswa yang tadinya bercita-cita menjadi dokter tampak meredup matanya, tak terkecuali Nariwen. Bahkan diantara mereka yang tadinya kepala tegak bangga dengan cita-cita yang dimiliki mulai meletakkan dagunya dimeja dengan kedua tangan menyangga kepala. Tatapan mata mereka menggantung  menahan kemasygulan hati. Melihat kondisi ini saya agak menyesal menyampaiakn betapa tidak murahnya menjadi seorang dokter. Kenyataannya memang demikian adanya. Berat harapan tercapi bagi siswa saya menggapai cita-citanya tersebut mengingat sebagian besar orang tua mereka adalah petani kecil bahkan buruh tani yang hanya penggarap lahan tanah orang lain. Meskipun demikian bukan berarti cita-cita tersebut tidak mungkin tercapai. Ya, kalau tuhan menghendaki lewat jalan yang tak terduga.
                Kadang saya merasa ketika  mengajak para siswa untuk mengungkapkan impian dan cita-cita mereka, bak mengajak mereka bermain-main bola  gelembung deterjen di udara. Saya mengajak mereka untuk membuat bola  gelembung deterjen sebesar-besarnya kemudian memainkan gelembung tersebut menari-nari di angkasa. Melihat gelembung-gelembung yang melayang di angkaasa ada perasaan senang, gembira dan riang di hati anak-anak. Namun kesenangan dan keriangan yang terjadi tidak berlangsung lama karena gelembung deterjen itupun akan segera pecah saat tersentuh ujung ranting pohon ataupun jika naik angkasa akan pecah oleh panasnya matahari. Ah, saya tidak ingin cita-cita anak didik saya bernasib sama dengan gelembung deterjen. Saya berharap anak didik saya mampu meraih cita-cita yang mereka bangun. Kalau toh tidak tercapai paling tidak mereka menjadi orang baik.
“It’s nice to be important man but more important to be nice man” ( maaf kalau salah eja).
“Memang baik menjadi ingin menjadi orang penting tetapi lebih penting berusaha menjadi orang baik”.

               
                 

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan komentar di sini. Apabila komentar membutuhkan suatu jawaban, maka saya akan segera menjawabnya. Terima kasih.