Wednesday 25 November 2009

SILANG PENDAPAT TENTANG SILANG TEMPAT UN

Upaya pemerintah untuk meminimalisasi keurangan dalam pelaksanan Ujian Naional ( UN ) semakin ditingkatkan. Pada pelaksanaan UN tahun 2010 melalui Permendiknas no 75 tantang UN pemerintah mengeluarkan kebijakan silang tempat pada pelakasnaan UN tingkat SMA dan MA. Silang tempat ini berarti peserta UN mengikuti pelaksanaan UN di sekolah bukan asal. Dengan penyilangan tempat ini diharapkan peluang terjadinya kecurangan dapat ditekan seminimal mungkin.
Kebijakkan silang tempat UN bamyak mendapat tanggapan beragam. Dari tanggapan yang ada banyak merasa keberatan dengan kebijakan tersebut.Adapun alasan keberatan yang sering dilontarkan adalah, kebijakan tersebut dapat mempengaruhi psikologis siswa. Siswa akan merasa kurang nyaman saat mengikuti UN di tempat bukan sekolah asal dikarenakan tidak terbiasa dengan lingkungan baru. Kekurangnyaman yang dirasakan siswa dikhawatirkan dapat mempengaruhi konsentrasi siswa yang berakibat pada prestasi UN. Alasan yang lain adalah silang tempat dirasakan kurang efektif terutama bagi sekolah-sekolah yang berjauhan. Bagi sekolah yang berjauhan berakibat akan membebani biaya tranportasi siswa,disamping itu rawan akan keterlambatan siswa. Ketidaksiapan sekolah untuk menjalankan kebijakan silang tempat juga menjadi alasan penolakan ,keseimbangan dalam arti kesetaraan fasilitas antar sekolah satu dengan yang lain juga akan menjadi kendala. Ketidaksetaraan fasilitas antar sekolah juga berakibat pada ketidaknyamanan siswa yang terbiasa dengan fasilitas memadai ujian di tempat dengan fasilitas seadanya. Tampaknya perlu ada pentun juk teknis lebih lanjut berkaitan kebijakan silang tempat ini. Hal ini perlu secepatnya dilakukan agar tidak timbul keresahan-keresahan pada peserta UN.
Sebenarnya munculnya kebijakan silang tempat didasari oleh masih maraknya praktik kecurangan dalam pelaksanaan UN. Diberlakukannya pengawas silang dan adanya Tim Pengawas Independen (TPI) dari perguruan tinggi tampaknya tidak mampu mengurangi praktik kecurangan secara signifikan. Praktik-praktik kecurangan yang dilakukan saat ini lebih rapi sehingga mampu mengelabuhi pengawas dan TPI.
Tekad Pemerintah untuk menyelenggarakan UN lebih baik dan ketat perlu dukungan semua pihak,terutama panitia penyelnggara tingkat sekolah. Sebenarnya kebijakan silang tempat UN tidak perlu di adakan jika semua pihak beritikad baik untuk melaksanakan UN secara jujur. Pelaksanaan UN secara jujur diharapkan dapat memotret kondisi kualitas pendidikan di Indonesia yang sebenarnya.Praktik-praktik kecurangan pada pelaksanaan UN juga dapat menjadikan pemetaan kualitas pendidikan  yang bersifat semu.
Berkaitan dengan praktik kecurangan yang masih marak terjadi dalam pelaksanaan UN Menteri Pendidikan yang baru, Muhammad Nuh, berpesan agar penyelenggara berlaku jujur, bahkan kata jujur diulang tiga kali, Jujur,jurur,jujur.Kecurangan sendiri saat ini dilakukan tidak hanya secara individual tetapi juga secara berjamaah. Keinginan sekolah untuk membantu siswa agar lulus UN atau target kelulusan yang tinggi menjadikan sekolah tergoda untuk menempuh cara-cara haram. Tidak jarang terjadi permufakatan antar sekolah maupun pengawas ujian untuk saling "bekerja sama " guna "menyukseskan "pelaksanaan masing-masing sekolah. 
Masalah kejujuran adalah berkaitan dengan mental.Selama ketidakjujuran dianggap sebagai kelaziman maka apapun sistem yang diterapakan dalam pelaksanaan UN pasti ada upaya-upaya mencari celah untuk melakukan kecurangan. Tampaknya perlu format ulang pelaksanaan UN yang mampu mengeliminasi praktik-praktik kecurangan yang saat ini terjadi. Pelaksanaan UN yang jujur berkulitas tentunya harapan kita semua Dengan pelakasanaan UN  yang berkualitas juga sebagai indikator peningkatan kualitas pendidikan.

   

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan komentar di sini. Apabila komentar membutuhkan suatu jawaban, maka saya akan segera menjawabnya. Terima kasih.