Thursday 16 August 2012

Naskah Proklamasi Ditulis Pada Sesobek Kertas Buku Tulis Yang Biasa Dipakai Anak Sekolah


Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal  yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo  yang sesingkat-singkatnya.

Jakarta, 17-8-‘45
Atas nama bangsa Indonesia
Sukrano-Hatta

Naskah Proklamasi
Pernyataan di atas adalah pernyataan proklamasi yang sangat sakti. Pernyataan yang membuka gerbang kemerdekaan bangsa ini. Pernyataan yang setiap satu tahun sekali di ucapkan kembali  pada tanggal 17 Agustus. Dan siapa sangka pernyataan di atas tidak ditulis diatas batu pualam atau perkamen  dari emas. Pernyataan yang sangat menentukan masa depan bangsa Indonesia itu di tulis hanya pada secarik kertas yang disobek dari buku tulis yang biasa dipakai anak sekolah.

Bahkan Bung Karno sendiri tidak tahu pena yang diguakannya milik siapa. Ya pena yang digunakan menulis naskah proklamasi adalah pena pinjaman. Pena yang digunakan untuk mengukir kata-kata sakti itupun tidak diketahui keberadaannya sampai sekarang.

Monday 6 August 2012

Dulu Orang Jepang Dikenal Pemalas dan Orang Jerman Terkenal Bodoh dan Jahat



Sumber gambar: Suprizal-tanjung.blogspot.com
Kaget itu mungkin kata yang paling tepat saat mebaca salah satu bab dari buku yang berjudul Bad Samaritans, tulisan Ha-Joon Chang, seorang ekonom pembangunan warga negara Korea. Dalam bab tersebut disebutkan beberapa pandangan orang luar Jepang maupun Jerman terkait kultur kedua negera tersebut satu abad yang lalu. Kekagetan saya karena pendapat yang dikemukakan  sangat bertolak belakang dengan kondisi kedua negara saat ini.

Disebutkan dalam buku tersebut ada seorang misionaris Amerika bernama Sidney Gullick  yang telah tinggal di Jepang selama 25 tahun beranggapan bahwa orang Jepang pemalas dan sama sekali tidak peduli pada berlalunya waktu alias tidak disiplin waktu. Bahkan Gullick melihat orang Jepang sebagai orang-orang yang santai dan emosional yang berciri-ciri periang, bebas dari kepedulian akan masa depan, hidup semata-mata untuk hari ini. Hal tersebut dituliskan Gullick dalam bukunya yang berjudul Evolution of the Japanese.